Monday, September 18, 2017

Untuk Istriku Tersayang

     Malam ini aku pulang kerja agak larut dari biasanya. Aku terlalu penat untuk bertemu dan berbincag dengan istriku. Aku melhiat lampu ruang depan sudah padam, aku masuk menggunakan kunci serep. Tidak biasanya, istriku tidak menunggu kedatanganku, mungkin memang aku pulang terlalu malam, oh bukan .... ini sudah pagi, jam satu lewat dua puluh menit.
     Kubuka tudung saji, dan seperti biasanya makanan tertata rapi, dengan menu untuk satu orang, untuk dirikku ... ah ini lagi masakannya, kenapa dia selalu memasakkan makanan untukku, padahal aku terlalu cape untuk menyantapnya setiap aku pulang. Kupindah ke lemari es dan meneguk air es. Benar-benar membosankan.
     Aku malas untuk mandi, dengan perasaan lelah, sedikit marah dan kesal, ingin rasanya kumarahi istriku seperti hari-hari biasanya, tapi dia sepertinya tertidur. Aku menuju kamarku ingin membangunkan istriku dan mengajaknya berdebat.
     Aku liat dia berbaring menghadap anakku, Aku duduk diranjang akan membangunkannya, kupegang jemarinya dan menariknya dari tubuh anakku. Kurasakan jemari dan telapak tangan yang kasar, berbeda dengan jemari teman-teman kantorku yang halus dan terawat, kurasakan sewaktu menjabat tangan mereka.
     Aku membalik telapak tangannya, mencoba melihatnya, ... ada luka disana seperti tersayat pisau. Ah, ... itu kemaren malam dia memotong kol untuk nasi gorengku, tapi dia berteriak kecil karena tersayat pisau, aku memarahinya karena keteledorannya, dan dia berdalih kalau dia sedang letih. Aku ingin melihat wajahnya, tapi dia menghadap ke arah berlawanan, aku hanya melihat rambutnya yang hitam tapi sedikit kurang tertata, aku memegangnya dan teringat dulu aku sangat menyukai rambut itu dan sering membelainya, tapi rambut itu sekarang sudah sedikit lusuh, dan kulihat juga setelan baju hariannya, terbuat dari bahan daster, ... aku hanya tau daster ....
     Dia begitu tidak terawat, terlihat kecapekan, dan selalu terlihat kurang bersemangat, lihat saja dandanan dan pakaiannya .. Ya, ... ini pakaian yang dipakainya pagi tadi, ... pasti alasan tidak sempat menyetrika lagi.
     Lihat baju ini aku jadi ingat, pagi itu kamu membangunkan aku, aku tau kamu tidak ingin terlambat shalat, tapi aku membentak kamu. Kamu memasak sarapan ditengah rewelnya si kecil. Hanya telor ceplok tapi aku ingin kamu membuatkan mie instant dan juga teh manis. Aku masih memarahimu karena sikecil terus menangis lalu aku pergi kekantor dan sebal dengan permintaan cium keningmu itu. Aku sering berdebat denganmu dan aku bangga setiap kali pasti saja kamu diam, akhirnya tak bisa berkata-kata. Kemarin, aku pulang dan marah juga memaki kamu karena anak kita sakit panas, aku membentakmu dan kubilang kamu tidak bisa mengurus anak, keluarga apalagi suami. Seperti biasa kamu hanya tertunduk, masuk ke dapur atau membereskan sesuatu, dan menjaga air matamu tidak terlihat.
     Malam itu juga aku masih emosi,.... anak kita sudah tidur, kamu menghampiriku dekat sofa, aku memandangmu tajam.... aku lihat kamu sedikit segan, kamu juga takut. Tapi akhirnya kamu menawariku makan, atau sekedar minum dengan senyummu yang sarat dengan beban. Aku setuju dengan makanannya dan aku makan dengan lahap, kamu menungguiku sampai aku baru tersadar setelah akan tidur, ... kamu belum makan, aku baru sadar kalau kamu menungguiku untuk mendengar permintaanku mengajak kamu makan. Kamu selalu perhatian dan mengurus aku dengan sangat baik. Selalu saja ada senyum untukku walau kamu sedang luka.
     Aku baru sadar, .......... aku menyia-nyiakan kamu, aku memberimu makan dan uang, tapi aku tak pernah memberimu perlindungan dan ketenangan. Luka pisau di tanganmu, kecil,.... tapi membuka mataku bahwa kamu sudah memberikan yang terbaik untuk keluarga, tetap mencoba masak walau kamu letih mengurus si kecil, aku tahu kamu berkorban apapun untuk mengurus si kecil. Pakaianmy yang sederhana membuat aku tersadar bahwa kamu ikhlas .... ikhlas menerima semuanya, padahal keadaan kita serba kekurangan.
    Ya Tuhan, ..... Selama ini, ....... selama ini dimana aku?
    Ya Tuhan, .... mintakan maafku padanya, aku takut kehilangan dirinya.
    Apakah dia masih mencintaiku??

     Ku genggam tangannya, .... antara percaya dan tidak. Aku masih bisa menggenggam tangannya, .... aku belum kehilangan dirinya....
     Aku pernah jatuh cinta padamu, ..... kini, ..... aku jatuh cinta lagi padamu, ....
Sayang,..... mulai hari ini, tiada lagi perintah untukmu, yang ada hanyalah permintaan. Tidak ada lagi kekecewaan, yang ada hanyalah rasa banggaku akan kamu, dan tidak akan lagi kamu menungguku. Aku akan membahagiakan kamu. Aku benar-benar jatuh cinta sama kamu.
     Tuhan, .... aku ingin memayar semua yang aku lakukan, .... akan kuberikan semua waktuku, tenaga dan sisa hidupku untuk istriku dan anak yang dilahirkannya, aku akan membayarnya mulai malam ini.
     Terimakasih, ..... aku percaya Engkau akan memberikan banyak waktu untukku, untuk memperbaiki semuanya.
Dia memang bukan segalanya,..... tapi segalanya tidak berarti tanpa dia
Dia memang istri dan Ibu yang baik untukku dan anakku,...

PERLU jatuh cinta berulang kali pada orang yang sama, untuk melewati hidup dengannya,... TIDAK CUKUP SATU KALU